1. Pengertian Pondok Pesantren, Organisasi, dan Masyarakat
Keberadaan pondok pesantren merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari bangsa Indonesia, terutama dalam hal pendidikan dan organisasi. Perlu di kaji ulang pemahaman kita tentang pondok pesantren serta fungsi dan peranannya.
Pondok Pesantren, Kata pondok berasal dari bahasa arab funduq yang artinya ruang tidur, asrama atau wisma sederhana, karena pondok memang sebagai tempat penampungan sederhana dari para pelajar/santri yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan Pesantren, menurut Manfred dalam Ziemek (1986) : “kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri.” Secara sederhana pesantren dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama Islam. Di dalam pondok pesantren terdapat beberapa komponen, diantaranya : Kyai, sebagai pimpinan pondok pesantren, santri yang bermukim di pondok dan belajar pada kyai, Asrama, sebagai tempat tinggal para santri, serta pengajian sebagai bentuk pengajaran kyai terhadap santri, masjid sebagai pusat kompleksitas kegiatan pondok pesantren.
Sedangkan pengertian organisasi dari sebagian para ahli berpendapat , jika ditinjau dari segi etimologis (Bahasa) adalah berasal dari kata “organ” yang berarti susunan badan manusia yang terdiri dari berbagai bagian menuju satu tujuan. Jika ditinjau dari terminology (Istilah) sebagaimana yang dikemukakan oleh James D Mooney : “Organization is the form of every human, association for the assignment of common purpose atau organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian suatu tujuan bersama”. Maksudnya Organisasi merupakan suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi lewat hirarki otoritas dan tanggungjawab. Telah dijelaskan oleh Schein bahwa: “Karakterisitik organisasi meliputi : memiliki struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian yang lain untuk mengkoordinasikan aktivitas di dalamnya”. Dalam hal ini istilah berorganisasi, merupakan proses kerja sama antar dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama .
Selanjutnya Istilah Masyarakat berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Dalam bahasa inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, yang berarti kawan. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt : “Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.” Kesimpulannya, manusia yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan serta ingin memberi reaksi dan melakukan interaksi terhadap lingkungannya dengan menggunakan Pola interaksi sosial yang dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan antara manusia satu dengan manusia lainnya inilah yang dimaksud dengan bermasyarakat.
2. Korelasi Pondok Pesantren, Organisasi, dan Masyarakat
Secara subtansional, pesantren merupakan institusi keagamaan yang tidak mungkin bisa dilepaskan dari masyarakat. Pesantren tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat. Santri yang berada di pesantren adalah dari masyarakat yang nanti pada akhirnya keluar untuk masyarakat pula. Santri yang berada di pesantren di gembleng berbagai macam ilmu, khususnya ilmu agama, ini sebagai bekal nanti ketika mereka telah keluar dari pesantren. Agar mereka mampu mengabdikan dirinya mengembangkan dakwah islam kepada masyarakat dan menjadi masyarakat yang berkeadaban, mandiri dan sejahtera yang sesuai dengan nilai dan ajaran islam.
Dakwah Islam bisa dilakukan dalam bentuk formal maupun non formal. Bentuk formal inilah yang mengaitkan antara pesantren, masyarakat, dan organisasi. Misalnya dakwah Islam dalam bentuk organisasi NU, secara umum dan khususnya pada Jamiiyyah tahlil, manaqib, dsb. Dalam organisasi tersebut sudah pasti terdapat berbagai macam komponen yang menjadi satu dalam satu kesatuan. Dalam organisasi inilah santri bisa mempraktekan ilmu yang mereka peroleh di pondok untuk berdakwah kepada sesamanya juga kepada masyarakat sekitar. Bentuk organisasi tidak hanya ber lebel islam saja, misalkan pada suatu instansi, perusahaan ataupun organisasi kecil misalnya, karang taruna. Dalam hal ini santri dituntut berdakwah lebih ekstra dibanding berdakwah pada organisasi yang ber-lebel Islam, hal ini dikarenakan keheterogenan kepercayaan dan keyakinan serta tradisi pada masyarakat tersebut.
3. Pesantren Sebagai Basis Pengembangan SDM dalam Menghadapi Tantangan Zaman.
Telah dipaparkan pada awal pembahasan tadi, bahwa keberadaan pondok pesantren di Indonesia merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari sistem pendidikan nasional. Selama ini pengembangan pendidikan pesantren sering kali luput dari perhatian pemerintah. Padahal, pesantren telah banyak melahirkan para ulama serta tokoh-tokoh yang membantu tercapainya kemerdekaan bangsa Indonesia. Di tengah pergulatan masyarakat informasional, pesantren ‘dipaksa’ memasuki ruang kontestasi dengan institusi pendidikan lainnya, terlebih dengan sangat maraknya pendidikan berlabel luar negeri yang menambah semakin ketatnya persaingan mutu lulusan (out-put) pendidikan. Kompetisi yang semakin ketat itu, mendorong institusi pesantren untuk mempertaruhkan kualitas out-put pendidikannya agar tetap unggul dan tetap menjadi pilihan masyarakat, terutama umat Islam. Ini mengindikasikan, bahwa pesantren perlu banyak melakukan pembenahan internal dan inovasi baru agar tetap mampu meningkatkan mutu pendidikannya.
Dewasa ini pesantren berhadapan dengan arus globalisasi dan modernisasi yang ditandai dengan cepatnya laju informasi dan teknologi. Akibatnya, pesantren harus “mau” melakukan perubahan format, bentuk, orientasi dan metode pendidikan dengan catatan tidak sampai merubah visi, misi dan orientasi pesantren. Artinya, perubahan tersebut hanya pada sisi luarnya saja, sementara pada sisi dalam (ruh, semangat, pemahaman keagamaan, nilai-nilai, tradisi dan ideologi pesantren) masih tetap dipertahankan.
Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan zaman, tentunya memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang handal, kekuatan otak (berpikir), hati (keimanan), dan tangan (keterampilan), merupakan modal utama untuk membentuk pribadi santri yang mampu mengikuti perkembangan zaman. Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di lingkungan masyarakat, maka pesantren harus berani tampil dan mengembangkan dirinya sebagai pusat pendidikan unggulan. Pesantren tidak hanya mendidik santri agar memiliki ketangguhan jiwa, jalan hidup yang lurus, budi pekerti yang mulia, tetapi juga dibekali dengan berbagai disiplin ilmu.
Untuk mencapai tujuan di atas, para santri harus dibekali ilmu yang mempunyai nilai-nilai keislaman yang terintegrasi dengan ilmu-ilmu modern. Pembekalan ilmu-ilmu modern dapat ditempuh dengan mempelajari tradisi ilmu pengetahuan agama dan penggalian dari teknologi ketrampilan umum dengan tetap menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber inspirasi dan rujukan awal. Misalnya, disamping adanya pendidikan Madrasah Diniyah (MADIN) di Pondok Pesantren, yang notabene lebih mengedepankan ilmu keislaman yakni, pengajian kitab kuning dan pengajian Al qur’an. Pesantren harus ada program lain yang bersifat modern atau umum untuk menunjang kemampuan para santri. Seperti, kursus 2 bahasa (arab dan inggris) untuk kesiapan santri menghadapi pasar bebas, Jamiyyatul quro’untuk pengaderan shalawat qosidah dan rebana, Bina Kader Da’iyyah (BKD) untuk menghasilkan para da’i, olahraga untuk kesehatan jasmani, serta lomba-lomba untuk mengukur kemampuan para santri, penyuluhan kesehatan serta pelatihan-pelatihan, seperti : kepemimpinan (keorganisasian), Jurnalistik, Dekorasi, Master of Ceremony (MC), Moderator, komputer dan persidangan. Dengan catatan pengadaan semua program tersebut tidak ada penyimpangan dari sendi-sendi Islam.
Sumber Rujukan
A’la Abd, Pembaharuan Pesantren, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2006
Bawani Imam, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam (Study Tentang Daya Tahan Pesantren Tradisional), Surabaya : Al Ikhlas, 1993.
Nurcholis Madjid, Tradisi Islam Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia, Jakarta : Paramadina, 1997.
*dibuat untuk Laput buletin KRESAN*
0 komentar: